Minggu, 01 Mei 2011

Ada Yang Ditangkap, Ada Yang Jadi Pengantin

Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP) yang menyebut hampir 50 persen pelajar menyetujui tindakan radikal atas nama agama. Beberapa pengamat terorisme dan intelijen melihat reaksi kaum muda tersebut sebagai benih-benih pemikiran yang bisa mengarah pada tindakan terorisme.

"Bisa jadi demikian kalau kita tidak segera melakukan counter,” ujar pengamat intelijen Wawan Purwanto saat dihubungi detikcom.

Melihat ke belakang, setidaknya tercatat ada beberapa anak yang masih di bawah umur yang terlibat dalam jaringan terorisme bahkan ikut terlibat dalam serangan bom bunuh diri.

Pada tahun 2007, dua orang remaja yaitu Isa Anshori (16) dan Nur Fauzan (19) ditangkap Densus 88 karena diduga ikut terlibat dalam menyembunyikan Taufik Kondang, salah seorang anggota jaringan teroris komplotan Abu Dujana. Pengadilan Negeri Yogykarta lalu membebaskan keduanya setelah Tim Pengacara Muslim (TPM) mengajukan permohonan.

Beberapa tahun kemudian, tepatnya 17 Juli 2009, JW Marriot dan Ritz Charlton diledakkan oleh aksi bom bunuh diri. Bom yang meledak di kedua hotel tidak berselang beberapa lama. Setelah ledakan pertama di Hotel JW Marriot, ledakan kedua kembali terjadi restoran Airlangga Hotel Ritz-Carlton. 9 orang dipastikan tewas dan puluhan lainnya luka-luka akibat peristiwa naas tersebut.

Siapa sangka, salah seorang pelaku bom bunuh diri tersebut adalah seorang remaja. Bomber yang ikut meledakkan dirinya di Hotel JW Marriot adalah seorang remaja yang bernama Dani Dwi Permana (18) dan sedangkan pelaku pembom di Hotel Ritz-Carlton adalah Nana Ikhwan Maulana (28). Saat menjadi 'pengantin' itu Dani baru saja lulus dari SMA Yadika Bogor, Jabar.

Dari berbagai cerita teman-teman dan tetangganya, Dani dibesarkan dari keluarga yang tidak mampu dan broken home. Ayah Dani, adalah seorang terpidana dalam kasus pencurian sepeda motor dan mendekam di dalam penjara Lembaga Pemasyarakatan Paledang, Bogor. Masuknya Sang Ayah yang menjadi tulang punggung keluarga ke dalam penjara kontan membuat ekonomi keluarga Dani menjadi kocar-kacir.

Ibu kandung Dani kemudian memutuskan untuk berhijrah ke Kalimantan dan menetap di sana bersama saudara kandungnya. Dani sendiri mumutuskan untuk tetap tinggal bersama kakaknya di Telaga Kahuripan, Bogor. Dani kemudian menghabiskan hari-harinya dengan ikut bergabung bersama Remaja Mesjid dan Karang Taruna setempat.

Perkenalan Dani dengan Syaifuddin Juhri di Masjid As Surur berujung ada direkrutnya Dani sebagai ‘Pengantin’ sebutan bagi pelaku bom bunuh diri yang berakhir pada kematian.

Tidak hanya Dani, di Klaten, Jawa Tengah pada 25 Januari 2011, Arga Wiratama  (17) dibekuk oleh Densus 88 bersama ketujuh orang lainnya dalam kasus teror bom di wilayah Klaten, Sleman, dan Yogyakarta. Arga yang masih bersekolah di SMK 2 Klaten, Jawa Tengah, kemudian di vonis 2 tahun penjara oleh Pengadilan Klaten, Jawa tengah.

Tidak hanya Arga, beberapa orang lainnya yang ikut ditangkap adalah Joko Lelono, Nugroho Budi, Tri Budi Santoso, Yuda Anggoro. Roki Apris Dianto, yang kesemuanya berada diantara umur 16 hingga 20 tahun.

Pada era Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri (BHD), hingga tahun 2000, kata BHD, polisi telah menangkap lebih dari 600 teroris. Jumlah tersebut belum terhitung dengan beberapa penangkapan yang dilakukan Densus 88 saat Kapolri saat ini Jenderal Timor Pradopo.

"Dari tahun 2000, 563 teroris telah diajukan ke pengadilan, 44 tewas ditembak, dan 10 bunuh diri. Itu gambaran mereka-mereka yang sudah berhasil kita tangkap, diproses ke pengadilan, termasuk para pelaku bom bunuh diri,” kata BHD dalam jumpa pers di Mabes Polri, September 2010.

Dari 563 pelaku teroris yang diadili, 471 terdakwa telah dijebloskan ke penjara. Namun, 245 di antaranya sudah bebas. "Yang sudah bebas ini menjadi warning kita semua, sebab yang militan akan kembali bergabung dengan kelompok mereka," tegas BHD.

Kepala Bidang Penerangan Umum (Kabid Penum) Mabes Polri Kombes Boy Rafli Amar membenarkan beberapa teroris masih remaja dan masih sekolah, seperti yang telah ditahan di Klaten, Jawa Tengah. Sayangnya, Boy enggan merinci data-data para teroris yang ditahan dan latar belakang pendidikannya.

Menurut Boy, remaja yang terjerumus dalam dunia terorisme adalah remaja yang salah dalam pergaulan di lingkungan sekitarnya. Boy membantah, latar belakang kemiskinan, latar belakang pendidikan, ataupun broken home menjadi penyebab para remaja terlibat dalam aksi terorisme.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar